Tresna Suhartoni

Mengajar merupakan sebuah seni dalam menyampaikan pemahaman kepada peserta didik....

Selengkapnya
Navigasi Web
Transformasi Nilai-Nilai Nasionalisme

Transformasi Nilai-Nilai Nasionalisme

Nasionalisme pada dasarnya menitikberatkan pada semangat, perasaan cinta kepada bangsa dan tanah air yang muncul karena adanya persamaan sikap dan tingkah laku dalam memperjuangkan nasib yang sama. Seperti diketahui bersama, bahwa Indonesia terdiri dari aneka ragam suku bangsa, ras, agama, dan golongan sosial-ekonomi, maka nasionalisme itu sendiri ada ketika muncul keinginan untuk menyatukan keanekaragaman tersebut. Semangat nasionalisme diwujudkan oleh para pemuda tahun 1928 dalam sumpah yang menyatukan satu tekad bahwa mereka mencintai tanah airnya yaitu Indonesia, sumpah tersebut dikenal dengan nama Sumpah Pemuda.

Pada masa perjuangan merebut kemerdekaan, para pemuda dengan suka rela mengorbankan semua yang dimilikinya untuk bertempur melawan penjajah sehingga terlontar moto “Merdeka atau Mati” yang menggelora dalam hati, membangkitkan serta membakar semangat untuk berjuang membela Indonesia. Semangat para pemuda membela Indonesia timbul akibat didasari perasaan dibodohi dan tertidas selama masa penjajahan kolonialisme selama berabad-abad lamanya.

Berbeda dengan pemuda yang hidup pada masa pergerakan kemerdekaan, generasi muda sekarang ketika ditanya mengenai sikap nasionalisme maka yang ada dalam pikiran mereka bukan lagi hal yang berkaitan dengan berperang melawan penjajah untuk mempertahankan wilayah Indonesia, melainkan lebih kepada bagaimana sikap yang tepat untuk menghadapi permasalahan kemiskinan, kebodohan, korupsi, konflik-konflik kepentingan partai dan golongan, kesenjangan sosial-ekonomi, ketidakpastian pelaksanaan hukum, dan yang lainnya. Berkaitan dengan hal tersebut, Asep Mahpudz (2006:274) menyatakan bahwa :

kesadaran berbangsa pada masa pergerakan kemerdekaan ditandai dengan adanya kesadaran berpendidikan yang baik dan keberanian intelektual dalam meyelami dan memahami secara kritis kondisi diri dari bangsa yang sesungguhnya. Oleh karena itu dengan diawali kesadaran dalam pemikiran yang berupa peningkatan intelektual, maka kesadaran kebangsaan tumbuh dan berkembang untuk melepaskan diri dari kondisi keterbelakangan, kemiskinan dan kebodohan sebagai akibat dari penjajahan. Kesadaran kebangsaan yang tumbuh pada masa pergerakan ini, ternyata tidak saja berupa kesadaran intelektual tetapi terdapat kesamaan dalam bidang politik, sosial dan kultur.

Berdasarkan pendapat diatas, bahwa nasionalisme pada masa pergerakan kemerdekaan bermula dari kesadaran akan pendidikan dengan meningkatan kemampuan intelektual, maka kesadaran kebangsaan tumbuh melalui perasaan cinta kepada bangsa dan tanah air untuk melepaskan diri dari kondisi keterbelakangan, kemiskinan dan kebodohan sebagai akibat dari penjajahan.

Jika membandingkan nasionalisme yang tumbuh pada masa pergerakan kemerdekaan dengan nasionalisme saat ini, ada perbedaan yang mendasar, meskipun ada persamaan. Persamaan nasionalisme pada masa pergerakan kemerdekaan dengan saat ini ditandai dengan adanya kesadaran akan pendidikan.

Perbedaan nasionalisme pada masa pergerakan kemerdekaan adanya kesadaran kebangsaan tumbuh untuk melepaskan diri dari kondisi keterbelakangan, kemiskinan dan kebodohan sebagai akibat dari penjajahan. Sedangkan nasionalime saat ini cenderung kepada sikap yang tepat untuk menghadapi permasalahan kemiskinan, kebodohan, kesenjangan sosial-ekonomi, dan yang lainnya.

Kehidupan Bangsa Indonesia saat ini dikawatirkan mengalami kemunduran semangat nasionalisme yang merupakan bagian penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Indonesia yang dulu dikenal dengan bangsa yang ramah, rukun, karena merasa senasib dan memiliki kesamaan dalam bidang politik, ekonomi dan sosial. Saat ini lebih dikenal dengan bangsa yang mudah marah dan tersinggung. Seperti pada surat kabar online (Ariyanto, http://daerah.sindonews.com/read/1114434/21) diakses tanggal 21 Januari 2017, pada bulan Juni tahun 2016 disungguhkan berita seorang anggota TNI AD tewas setelah dianiaya sekelompok geng motor pada dini hari. Peristiwa nahas itu terjadi di perbatasan kota Bandung dan Cimahi. Dia dihadang dan langsung dikeroyok. Dia ditusuk hingga empat tusukan di bagian punggungnya.

Demikian halnya dengan dunia entertainment, lelucon yang dilontarkan seorang artis dangdut di layar kaca beberapa waktu lalu rupanya berbuntut panjang. Bukannya mengundang tawa, guyonan tersebut mengundang kecaman. Bagaimana tidak, secara tidak langsung sudah dianggap menghina negara dengan menyebutkan lambang pancasila sila kelima adalah bebek nungging. Kemudian hari proklamasi yang merupakan hari kemerdekaan bangsa Indonesia dan selalu diperingarti pada tanggal 17 Agustus 1945. Dengan polos ia juga mengatakan hari proklamasi jatuh pada 32 Agustus usai azan subuh. Hal tersebut menandakan bahwa kurangnya pemahaman nasionalisme dan rasa cintanya kepada tanah air. (Ceppy, http://showbiz.liputan6.com/read/ 2474847) diakses tanggal 21 Januari 2017.

Beberapa peristiwa juga terjadi yang mengilustrasikan kurang pemahaman dan rasa kebangsaan (nasionalisme) pun terjadi di kalangan para peserta didik, seperti peristiwa terjadi pada pelajar kelas 3 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Jolok Cipanas Kabupaten Cianjur, yang menewaskan satu orang siswa akibat ditikam oleh segerombolan pelajar dari SMK PGRI Cipanas Kabupaten Cianjur. Peristiwa tersebut terjadi pada Selasa, 29 Maret 2016. Berdasarkan informasi, gerombolan tersebut membawa senjata tajam mulai dari golok, clurit, hingga samurai. Peristiwa tawuran tersebut sangat meresahkan masyrakat khusunya orang tua yang menyekolahkan anaknya di tingkat SMA/SMK dan SMP, sehingga beberapa orang tua melarang untuk bersekolah sampai suasana pasca tauran tersebut mereda. Bahkan sekolah yang siswanya terlibat tawuran diliburkan sementara waktu sampai suasana mereda. (Vera Tika, http://www.pikiran-rakyat.com/jawa-barat/2016/03/31) diakses tanggal 21 Januari 2017.

Hal lainya yang lekat dengan keadaan generasi muda khususnya peserta didik pada sekolah menengah saat ini adalah sudah tidak lagi menampakkan sikap nasionalisme dalam kehidupan sehari-hari mereka. Contohnya, di sekolah para peserta didik menganggap bahwa menyontek merupakan hal biasa yang tidak akan merugikan bangsa ke depannya, namun sesungghnya tanpa mereka sadari bahwa dengan menyontek berarti sudah membiasakan diri untuk bersikap tidak jujur, dan ketika generasi muda yang kelak akan menjadi penerus bangsa sudah terbiasa untuk tidak jujur, maka tidak tertutup kemungkinan kedepannya justru tindakan korupsi akan semakin parah.

Kemudian gaya hidup generasi muda saat ini seperti cara berpakaian, cara bergaul, makanan yang dikonsumsi, hobi yang digeluti, serta musik yang disenangi lebih cenderung mengarah ke Barat. Sebagaimana yang dikatakan oleh Darmawan dan Momon Sudarma (2011:9) bahwa “selera makan, musik, hingga gaya berpakaian generasi muda Indonesia sudah american minded”. Dari pernyataan tersebut jelas sekali kurangnya nilai-nilai nasionalisme atau bahkan belum tertanam dalam jiwa, sehingga segala sesuatu yang dilakukan oleh kalangan siswa di Indonesia mulai dari cara berpakaian sampai berbahasa berkiblat ke Amerika.

Darmawan dan Momon Sudarma (2011:1) menyatakan bahwa “dalam konteks globalisasi, belajar dan menguasai bahasa asing adalah salah satu peluang bagi seseorang untuk meningkatkan kompetensi dan kualitas dirinya”. Namun fenomena yang terjadi pada generasi muda saat ini, mempelajari bahasa asing bukan hanya untuk meningkatkan kualitas diri mereka, namun lebih cenderung kepada gengsi.

Peristiwa-peristiwa yang telah dipaparkan diatas, khususnya untuk peserta didik apabila tidak ditangani dengan serius dengan melibatkan berbagai pihak, maka akan berdampak lebih buruk di masa yang akan datang. Peserta didik merupakan generasi penerus bangsa yang menjadi harapan untuk melajutkan perjuangan bangsa dan negara Indonesia. Meskipun sikap nasionalisme masa kini tidak sama dengan masa di mana Indonesia masih dijajah. Seperti yang diungkapkan oleh Wiriaatmadja (2011:7) bahwa “generasi yang mewarisi karakter pejuang bukan hanya yang berperang melawan penjajah, tetapi berjuang melawan musuh-musuh zamannya seperti kebodohan, kemiskinan, dan ketidakpedulian”.

Berdasarkan pada pernyataan tersebut maka nilai-nilai nasionalisme harus tetap ditanamkan dan dibina kepada para peserta didik khususnya dan kepada seluruh warga negara Indonesia pada umumnya. Karena persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dapat tercipta karena adanya nilai-nilai nasionalisme yang tertanam dalam setiap jiwa warga negara Indonesia.

Dengan demikian sudah seharunya orang tua, guru, dan masyarakat setidak-tidaknya dapat menanamkan motivasi kepada diri peserta didik bagaimana agar mereka memiliki semangat belajar yang tinggi hingga akhirnya dapat menggunakan ilmu mereka kelak untuk mencerdaskan generasi selanjutnya dibarengi dengan menanamkan nilai-nilai kejujuran, toleransi, disiplin, dan mementingkan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi, serta menghargai orang lain.

Untuk dapat membentuk peserta didik menjadi individu yang lebih peka dan tanggap terhadap permasalahan sosial secara rasional dan bertanggung jawab terhadap orang lain seperti yang disebutkan pada penjelasan di atas, maka peserta didik perlu dibiasakan dengan masalah-masalah konkrit yang ada di lingkungan sosial mereka. Dengan cara membawa permasalahan-permasalahan yang terjadi di lingkungan sosial sekitar peserta didik ke dalam kelas sebagai sumber pembelajaran di dalam kelas. Dengan demikian diharapan lingkungan sosial tersebut dapat membentuk sikap peserta didik sesuai tujuan ideal pembelajaran.

Sebagai seorang pendidik harus mampu membangun rasa “sense of belonging” peserta didik terhadap tanah air, merasakan diri sebagai bagian dari tanah air, rasa kepedulian terhadap masa depan negerinya, membangun solidarity, collective consciousness, semangat bersatu, solidaritas, dan kesadaran kolektif bermasyarakat bangsa.

Pendidikan di Indonesia menjadi tanggung jawab keluarga, sekolah dan masyarakat. Pendidikan karakter di lingkungan sekolah harus mendapatkan dukungan dari keluarga dan masyarakat. Di lingkungan sekolah, pendidikan karakter sepatutnya bukan lagi menjadi hal yang terpisahkan dari tugas utama guru. Sehubungan dengan itu Rachmah (2014:1) berpendapat bahwa : “pada era globalisasi, profesi guru bermakna strategis bagi proses kemanusiaan, pemanusiaan, pencerdasan, pembudayaan, dan pembangunan karakter bangsa”.

Berdasar pada pendapat di halaman sebelumnya seorang guru dituntut untuk memiliki banyak kemampuan (multi talenta), selain kemampuannya dalam pengetahuan, guru harus mampu juga membina peserta didik menjadi manusia yang cerdas akan pengetahuan, disiplin, tanggung jawab, sopan dan santun, religius, mampu mengimbangi kemajuan teknologi, serta yang terpenting tertanam nilai-nilai kebangsaan (nasionalisme) dalam diri peserta didik.

Hal ini menjadi sangat beralasan jika mengingat kembali isi BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 1 UU No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, dituliskan dihalaman berikutnya bahwa :

Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan menengah.

Berdasarkan pendapat di atas, tugas utama seorang guru adalah mengajar dan mendidik. Mengajar berarti melakukan proses penyampaian ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) dan mendidik berarti melakukan proses menanamkan nilai-nilai (transformation of value). Keduanya merupakan tujuan dari pendidikan, yaitu membantu anak-anak yang asalnya tidak tahu menjadi tahu (pintar) dan membantu mereka menjadi manusia seutuhnya (bermoral).

Pada tahun 2016, digulirkan Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memiliki beragam pendekatan untuk implementasi PPK, sebagai berikut :

1. pendidikan karakter akan menjadi kegiatan Ko-Kurikuler di sekolah.

2. mengedepankan kearifan lokal dengan menggunakan pengembangan ekosistem lingkungan.

3. Sekolah bisa menjadi rumah kedua bagi anak.

(http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/16/08/13/hal377) diakses 21 Januari 2017.

Berdasarkan kutipan dari PPK berarti kegiatan pendidikan karakter akan berlangsung setelah kegiatan pembelajaran dan pelaksanaannya tetap menjadi tanggung jawab sekolah. Pendidikan karakter akan lebih mengedepankan prinsip keanekaragaman. Selain itu juga sekolah diciptakan senyaman mungkin bagi peserta didik untuk mendaptakan pengetahuan dan keahlian sehingga tidak akan terjadi lagi rumah kedua bagi anak itu adalah mall, pusat perbelanjaan, bahkan di jalanan, ikut menjadi anggota geng motor. Kita harus pastikan sekolah menjadi rumah kedua yang nyaman bagi siswa.

Menurut kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI Program Penguatan Pendidikan Karakter (2015:20) sebagai bagian dari gerakan revolusi mental, sebagai berikut:

1. Karakter religius;

2. Karakter nasionalis;

3. Karakter mandiri;

4. Karakter gotong royong; dan

5. Karakter integritas.

Berdasarkan PPK di atas, peserta didik akan di bina supaya perilakunya mencerminkan iman terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berfikir, bersikap, dan berbuat yang meunjukan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, cinta tanah air dan semangat kebangsaan, serta mencerminkan tindakan menghargai semangat kerjasama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan bersama, anti diskriminasi, anti kekerasan, dan tanggung jawab sebagai warga negara, aktif terlibat dalam kehidupan sosial, melalui konsistensi tindakan dan perkataan yang berdasarkan kebenaran. rela berkorban untuk bangsa dan negara Indonesia.

Berdasarkan fenomena yang telah dipaparkan, maka sangat penting untuk mengkaji transfosmasi nilai-nilai nasionalisme melalui pendidikan IPS dalam kehidupan sehari-hari peserta didik. Dengan demikian diharapkan kajian ini dapat memberikan kontribusi dalam menumbuhkan dan memperkokoh sikap nasionalisme peserta didik.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

mudah2an tulisan saya dapat menginspirasi, dalam menanamkan rasa cinta tanah air. Merdeka!!!

13 Nov
Balas



search

New Post